Wednesday 5 September 2012

Menemukan Sepotong Senja Berdua

Inspired from : Broken Vow - Lara Fabian

"Bisakah pura-pura bahagia? Dan melupa rasa jatuh cinta sesungguhnya?"

Aku menelan ludah. Mencoba menelaah kata per kata.
Berpura-pura? Tak ada masalah. Sejak bertemu denganmu. Aku selalu bersandiwara. Semua baik-baik saja. Hidupku? Sempurna.
Tapi melupakan rasanya jatuh cinta sesungguhnya? Padamu? Luar biasa akan memakan sisa waktu di hidupku.
Aku masih diam, masih mencoba berpikir apa ia sedang memintaku merelakan ia bersanding di pelaminan dengan orang lain?
Atau ia sedang mencobai ketabahanku sekali lagi dan berpikir aku menyerah saja?

 "Apa yang akan kudapat dengan lagi-lagi berpura-pura?"

Akhirnya terucap juga, seraya membalikkan badanku menghindari tatapanmu, menghindari mata setajam elang yang sejak pertama jumpa membuatku jatuh cinta.
Aku tak boleh jatuh lagi. Mencoba mengingatkan diri sendiri agar airmataku bertahan di balik rongga diantara cekungan mata yang jadi penanda cahaya.

 "Aku hanya mencoba berhenti menjejalimu dengan luka. Dengan permintaan maaf yang entah kapan habisnya, juga..."

Ya Tuhan ia berhenti bicara, semoga saja kamu tak mendekatiku dan melihat sia-sianya usahaku bahkan untuk mengendalikan airmata ini.
Tapi Tuhan punya rencana lain. Ia biarkan tanganmu menyentuh kedua pundakku, memutarnya hingga kita kembali saling berhadapan. aku menunduk, mencoba mengeluarkan sisa airmataku, tetes terakhirnya, karna kuakui lama kelamaan ini membuatku lelah.

 "Kamu juga berhak bahagia"

"Apa kamu, bahagia?"

Diammu mendengar pertanyaan barusan, membuatku merasa di atas angin dan sekelebat keinginan balas dendam padamu kembali melintas.

"Apa kamu bahagia berpura-pura bahagia?
Apa yang telah kamu dapat dari cinta? Selain tak berdaya, dan lari dari kenyataan kita mustahil bersama?"

 Dan sedetik kemudian airmata adalah tanda penyesalan tak sudah ketika melihatmu terdiam.

"Jawab aku, apa yang kamu dapat dengan membagi semua yang harusnya jadi milikku, dengan dia?"

Desakkan rasa lelah mempertanyakan cinta padamu membuatku jadi perempuan tanpa kesabaran sebagaimana mestinya.

"Cinta bukan matematika. Berkali kau bagi, bertambah luka dan perih, takkan menjadi nol semua rasa. Katakanlah, aku lelah dengan kita yang tak sempurna. Aku butuh hidup sempurna yang nyata. Dan bersamamu, bukanlah jawabnya. Bahkan bukan lagi pilihan jika aku harus melangkah ke masa depan."

"Kamu yang membuatku jatuh! Kamu yang.. Kamu yang mengatakan, semua tak akan berarti jika kita tak bisa bersatu lagi?"

Aku mengusap airmata sendiri, menahan jantung yang kali ini hampir berhenti. Kamu hanya diam, menatapku,

"Aku salah, sekali lagi maaf." ucap yang keluar dari bibir tipis warna Divine Red kesukaanmu

Aku berlutut, kedua kakiku lemas, membiarkan pasir basah mengotori celana jeansku.
Membiarkan diriku terbenam di dalamnya jika mampu.
Siapa lagi yang bisa kupercaya jika kamu saja menghianatiku?
Pada apa lagi aku harus berpegang, jika satu-satunya sandaran, hilang.

Aku patah hati. P-A-T-A-H  H-A-T-I

Aku patah hati padamu yang patah harapan. Terluka pada setiap ucap pengakuan bukan aku lagi tujuan di masa depanmu nanti. Apalagi? Apalagi yang harus aku tangisi?

"Sempurna, kisah lengkap sudah. Katakanlah, kamu bahagia. Pertempuran kali ini, Aku kalah."

Kamu mengangguk mengiyakan, memastikan aku benar kalah.
Bukan sedang pura-pura menyerah seperti sebelumnya. Aku yang tak bisa memberimu bahkan sekedar berjanji untuk membahagiakanmu.
Aku yang tak sempurna, cinta yang tak semestinya ini, bagaimana aku bisa membuat kisah kita sempurna? Senja yang sama. namun dengan hati yang berbeda.
Aku padamu dan kamu padanya.

"Kamu mungkin merasa nomor satu, tapi takkan berarti tanpa aku, menjadi yang kedua dengan setia."
 Jeritku pada punggungmu yang melangkah menjauh, meninggalkan aku dan perasaan ini, kosong.

Aku memasuki mobil memutar stop kontak. Di jok sebelah ada undanganmu dan foto prewedding kalian yang nista bagiku.
Laki-laki itu, memelukmu. Aku benci dia, yang membuatmu jatuh dan mencintainya, menjanjikanmu hidup sempurna, anak, dari rahimmu, apa yang tak bisa kuberi sebagai sesama perempuan, untukmu.

Kuinjak pedal gas dalam-dalam. Mengarah ke laut lepas. Menyembunyikan semua airmata pada air laut adalah pilihan dalam hidupku setelah di dalamnya tak ada lagi kamu.
Kita menemukan sepotong senja berdua. Kau di matanya. Aku, di matamu yang sedang tergila padanya.

*Menemukan sepotong senja berdua, mungkin akan jadi kisah paling sederhana.
Aku, kamu, dia. Tiga tokoh akan terluka karna rasa yang sia-sia.*

Lia, 04 September, dini hari tanpa penjaga hati.